Senin, 24 Juni 2013

Harmoni Bintang

Posted by Kiky . . . at 05.37 0 comments


 KARYA KIKY

 “ELO PERGI…!!” teriak Nino keras. Aku terkejut.
“Nino!! Jangan teriak-teriak gitu ah.. malu kan keliatan orang disini” Kataku kemudian menenangkan dia.
“Eh, elo tuh ya,, Elo itu tuh yang bikin gue malu..!! ” Sahut Nino.
“Yaa, tapi kan,” jawabku kemudian.
“Udah, gue minta elo pergi!!” potong Nino menahan emosinya. “PERGI..!!!” tangannya mengacungkan keluar kafe.
“oke,oke.. deal gue pergi, tapi gue gak punya tumpangan, anterin yaah.. uang gue habis niih buat naik angkot, lagian udah malem gini No, Please…” jawabku dengan tampang memelas.
“Dasar elo ini yaa, gak punya rasa malu, elo itu udah bikin gue malu dihadapan gebetan gue sendiri,, mau elo itu apa sih??” Tanya Nino gemas.
“Yee, siapa bilang mau dibikin malu, elonya aja yang ga pantes buat dia…” jawabku lagi.
“ooh,, gitu?? Terus yang pantes buat gue itu siapa? Gue heran deh, lu itu hobby banget ya gangguin orang kaya gini??” Tanya Nino lagi.
Aku hanya garuk-garuk kepala yang sama sekali tidak gatal.
“Udah, ah, males gue berantem sama lu, bisa mati berdiri jadinya gue.” Dengus Nino sambil beranjak pergi. Aku terkejut dia ninggalin aku begitu saja.
“Eh, Ninoo!! Tunggu…!! Gue pulang gimana??” tanyaku sambil berteriak.
Nino hanya mengangkat satu tangan saat dia menuju mobil ferrarinya.
“Bodo amat..” jawabnya singkat. Eugh!!
                                                                           ***
Pagi ini aku kembali berlari menuju kelas.
Telat! Telat! Telat!
Sesampai di depan kelas bel pun berbunyi. Yes, sempat!!
Aku bersorak kegirangan. Kemudian menuju kursi dan meletakkan tas. Ke 2 sahabatku Miranda dan Kiki kompak menyambutku dengan antusias.
“Ini dia niih Olin Calina si gadis upik abu, kalo pagi kerjaannya terlambat mulu, gara-gara di suruh bersihin rumah dari debu” kata Miranda asal, diiringi tepuk tangan Kiki yang merasa takjub atas perkataan Miranda barusan.
Buru-buru aja aku jitak barengan dua kepala sohib gue ini. Biar tahu rasa, enak aje ngatain aku seperti itu.
“Eh, kalian liat Nino gak??” Tanya ku kemudian.
“Gak tuh” jawab mereka bersamaan.
“Emang kenapa Lin??” Tanya Kiki kemudian, sambil memelintir rambut ikalnya.
“ah, enggak, cuman gue perhatiin kok dia gak keliahatan yaa??” sahutku sambil celingak-celinguk.
“biasa, paling juga kabur, kan tiap hari lo hampir absen di kelasnya” jawab mereka asal.
“Hehe, bener juga ya” aku cengengesan.
***
Seorang pangeran kecil tampan yang muram. Sedang berdiri di balkon, dengan menatap lurus pada biasan cahaya bintang yang terjumlah kiranya. Ibunda datang menghampiri. Mengusap perlahan kepala sang pangeran kecil itu.

“Apa yang kau tatap wahai pangeran kecilku?” tegurnya lembut.

“Kerlip bintang wahai ibunda” jawab sang pangeran. Sesaat ibunda terdiam, kemudian menolehkan pandangan ke samudera langit malam itu. Sang pangeran menghela nafas.

“Ibunda, dalam beberapa hari ini aku bermimpi bertemu seseorang yang aneh rupanya”.

Kemudian Baginda ratu menolehkan wajahnya kea rah pangeran kecilnya itu.

“Ada apa gerangan, wahai putera kesayanganku?” Tanya Ratu.

Pangeran kecil itu menggeleng lemah, kemudian melanjutkan ceritanya.

“Entahlah bunda, waktu itu, aku sedang bermain piano dengan harmoni bintang,  bukan piano sungguhan, hanya sebuah lukisan piano, yang dapat dimainkan dengan menyentuhnya, tak terkira indah melodinya saat itu bunda”

“Pada saat itu juga, datanglah seorang yang aneh bentuk rupa dan suara dalam suatu cahaya yang entah dari mana berasal, dia meminta kepadaku alunan nada itu, ditukarkannya pada kegembiraanku bunda, dan seketika itu juga lukisan piano itu hilang” cerita pangeran.

“Tapi wahai ananda ku , bukankah itu hanya bunga tidur? Hanya mimpi, jangan dirisaukan” tenang bunda.

“Tapi, bunda tanpa rasa bahagia, bagaimana mungkin aku dapat hidup? Kalau dihadapanku hanya ketidakbahagiaan yang kuhadapi?? ” jawab pangeran dengan muram.

Bunda terdiam. Oh, teganya orang aneh itu menukarkan kegembiraan kepada pangeran kecilku!
***
Sore itu suasana di kota terasa mendung. Awan-awan hitam berkabut menutupi sebagian wilayah yang jarang disinari oleh hangatnya cahaya matahari. Di tengah dinginnya hawa saat itu, aku bermimpi lagi. Kenapa aku sering berimajinasi? Bahkan sejak kecil aku selalu bermimpi dalam kelanjutan cerita yang sama dan selalu merasa hal itu dejavu bagiku. Tapi, entahlah. Ini sangat sulit bagiku. Yang aku bisa merasakan kegundahan anak itu. Aku juga bisa meraskan perasaan kalut darinya.
Aku menatap jam layar handphoneku.
15.35!?
“Gawat! Nanti keburu galerinya tutup!!” Segera kuambil jaket dan kemudian bergegas pergi.
***
Saat itu hujan mulai turun.
Aku pergi ke galeri itu.Dengan ditemani seorang sopir ayah, kami segera bergegas berangkat.
Hujan mulain deras, samar-samar kulihat dari jendela mobil ada orang yang berjalan terkulai-kulai memegang perutnya.
Tunggu dulu! Itu kan Nino!
“Pak, berhenti dulu!!” sahutku setengah berteriak.
Aku membuka pintu mobil, dan berlari kearah orang itu.
“Nino..!!”
***
Saat itu hujan turun deras sekali. Tapi lagi-lagi hal ini terjadi, perutku terasa sangat sakit sekali dan penglihatanku mulai kabur. Hujan saat itu semakin membuat penglihatanku kabur.
Samar-samar kulihat ada seseorang berlari mendekatiku, tak jelas siapakah itu, lama-lama semakin mendekat.
“Nino..!! Nino…!! Hei!! Kamu kenapa??” Tanya suara itu panik.
Sekejap, aku tidak ingat lagi apa yang dicapkannya. Sebab, aku sudah terkulai lemas dihadapannya.
***
“Nyam.. Nyam..” cowok dihadapanku ini makan dengan lahapnya.
“Apa?? ” tanyanya yang baru sadar beberapa waktu aku terus melihatnya.
“Haha!! Ternyata, elo pingsan gara-gara kelaperan yaa??” tanyaku mengejek.
Cowok itu hanya menjawab dengan ketus. “Bukan urusan eloo…!!”
Aku hanya tersenyum mengejek sambil mengangkat bahu. “Okeey,”
“Anyway, loe mau pergi kemana??” tanyaku.
“Gue mau ke galeri lukisan” jawabnya pendek.
“Ng? berarti kita sama dong? Gue juga mau kesana” sahutku.
“Oiya, sekarang pukul berapa mbak??” tanyaku pada pelayan kafe, yang kebetulan lewat di samping kami.
“17.30 non” sahutnya menunjuk jam dinding yang tak jauh berada di bangku kami.
“Gawat! Nino buruan habisin makanan lo, galerinya tutup 30 menit lagi” ingatku.
Dan kamipun bergegas berangkat.
***
Mereka berdua memasuki galeri lukisan itu. Galerinya lumayan sepi, hanya tinggal 2 sampai 3 orang saja yang masih bertahan di tempat itu.
Nino kembali memandang lukisan itu.
Ya, lukisan ini yang selalu ada dimimpiku. tanpa terasa  jarinya menyentuh tuts piano itu satu persatu.
“Lu.. Lu kisan itu?” Tanya Olin tiba-tiba.
Dia perlahan mendekati Nino, dirabanya lukisan piano itu.
“Elo juga mendengarnya?” Nino terkejut.
Olin mengangguk. “Ya, lukisan ini dan seseorang yang selalu datang dalam mimpiku, beberapa hari yang lalu gue ngeliat ada pameran lukisan di galeri ini, berhubung waktu itu Cuma nemenin nyokap, jadinya gue Cuma liat sekilas, makanya gue balik lagi ke sini”
“Tunggu sebentar, elo bisa mainin piano gak?” Tanya Nino.
“Iih, pertanyaannya gak sopan! Tentu aja gak bisa” sahut Olin cengengesan.
“Tapi, gue bisa kok satu lagu aja, ini lagu diajarin sama kakek dari kakeknya kakek gue, istilahnya turun menurun gitu” kemudian Olin membuka kertas lusuh dari dalam tas kecilnya. Di kertas itu hanya tertera not balok, dan nama judul lagunya pun sudah pudar.
Olin memulai menekan perlahan satu persatu tuts piano itu. Nino menyimak perlahan lagu yang dimainkan oleh Olin, dia merasa mengenali nada itu…
“Hei, jangan-jangan elo yang ada di mimpi itu??” Tanya Nino tiba-tiba.
“Maksudnya??” Tanya Olin.
“Elo sadar gak mengapa kita berdua saja yang dapat mendengar suara itu??”
“Itu karena kita mempunyai tanda lahir yang sama, yang berada disini” jawab Nino menunjuk kuping Olin.
Olin cengengesan , “berarti selama ini, elo selalu perhatiin gue yaa??” Tanya Olin blak-blakan.
“enggak” jawab Nino singkat.
“ya? Ya? Ya?” seruduk Olin.
“itu karena lo sering gangguin gue, sering ketemu sama mak lampir, makanya gue nyadar ada tahilalat nagkring di telinga lo…” jawab Nino.
“Ahh, bodoo.. itu bukan tahilalat, ini tanda lahir… ini nooh, ini….” Olin menunjukkan kupingnya.
Tanpa sadar Nino tertawa kecil.
“Iih, ketawa…!!! Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya Nino bisa juga ketawa” kata Olin dengan antusias.
Nino terkejut, kemudian seketika memalingkan mukanya, merasa ada yang aneh pada dirinya sekarang dan kemudian berbalik menuju pintu keluar.
“Eh, elu mau kemana?”
Yang ditanya hanya mengangkat tangannya, “gue cabut, DADAH!!!” jawabnya singkat.
Eugh!! Ini nih yang sering bikin Olin gemas sama Nino. Tapi, tanpa sepengetahuan Nino, Olin tersenyum lega, puas akan usahanya selama ini, tak sia-sia.
***
Beberapa tahun kemudian…

Langit siang begitu panas, tapi nyali Pangeran muda itu pantang menyerah untuk menyusuri hutan mencari gadis yang disebutkan orang aneh itu dalam mimpinya.

Ya! Seorang gadis yang bisa mengembalikan nada harmoni bintang itu kepadanya sekaligus mengembalikan kebahagiaan yang telah dirampas darinya.

Tok-Tok-Tok!!

Pintu kayu jati pu berbunyi. Kemudian keluarlah seorang gadis cantik jelita.

“Ada perlu apa anda kemari wahai pemuda?” Tanya gadis itu saat membukakan pintu.

“Mmm.. begini..” dan mengalirlah cerita itu ke telinga sang gadis.

Gadis itu memerhatikan dengan seksama. “Namun, apa yang dapat kulakukan untukmu wahai pemuda?? Sedangkan disini aku hanya tinggal sendiri. Tapi, mungkin aku dapat memberikan sesuatu padamu” kata gadis itu kemudian mengambilkan sesuatu benda yang berdebu.

“Mungkin ini berguna untuk kamu wahai pemuda, ambillah, ini adalah barang peninggalan turun-menurun di keluargaku, tolong jaga baik-baik yaa” kata gadis itu lagi.

Perlahan-lahan dirabanya lukisan piano itu, benar-benar nyata! Ternyata lukisan itu memang ada! Tiba-tiba sang pangeran tersenyum.

“Syukurlah sekarang engkau bisa tersenyum lagi wahai pemuda, memang, kehidupan tanpa kebahagian itu membuat kita tenggelam dalam tekanan” kata gadis itu bijak.

“menurut yang kudengar dari ayahku memang orang dari turunan keluargaku terdahulu yang mempunyai lukisan itu memang aneh, dan kau tahu wahai pemuda? Hanya orang-orang pilihan yang dapat mendengar nada itu, yaitu orang yang mempunyai tanda lahir disini” tunjuk gadis itu ke telinganya.

Pangeran meraba telinganya, memang benar apa yang dikatakan gadis ini.  Kemudian, melihat kertas not balok dari nada harmoni bintang itu terjatuh.

Pangeran membukanya “Apakah kau bisa memainkan dan mengajariku nada harmoni bintang itu??” Tanya sang pangeran sambil menyerahkan gulungan kertas not itu.

Gadis itu mengangguk dan tersenyum tulus. “Dengan senang hati”

Perlahan gadis itu meletakkan jari-jari mungilnya diatas lukisan tuts piano itu, dan mengalunlah suara harmoni bintang, memecah kensunyian sore itu, diiringi senyuman kedua pemuda-pemudi itu bersamaan.
THE END


READ MORE - Harmoni Bintang

Sabtu, 12 Januari 2013

HOPE

Posted by Kiky . . . at 18.14 0 comments

KARYA KIKY

"Kau menyukaiku?" Tanya Mitchi tiba-tiba. Terdengar deru mobil dijalankan menembus keheningan malam.
"Menyukai seperti apa?" Kenzi balik bertanya.
"Suka seperti cinta" Mitchi menegaskan dengan hati-hati.
"Emm.. Aku tak yakin" Kenzi berujar.
Mitchi terdiam, "Terima kasih, krna kau jujur" ucapnya pelan.
Kenzi bingung, menyadari kesalahannya "begini,aku harus mengatakan padamu, tpi.. Aku.."
"Sara memintaku untk tinggal dsini lebih lama.." Potong Mitchi.
"Trus bgaimnana dgn ku?" Kenzi terkejut, dengan keputusan gadis itu tiba-tiba.
"Kau bisa pulang dulu ke Banjarmasin.. Aku lebih suka tinggal disini"
"Mengapa kau begitu?" Tanyanya lagi.
"Bukan urusanmu" jawab Mitchi pendek.
"Mengapa perempuan suka hal yg berbelit? Tak langsung ke intinya? Mengapa tak bilang saja mau berpisah?" Protes Kenzi.
"Tpi akhrinya kta juga akan berpisah" ucap Mitchi, mengingat hubungannya dengan Kenzi sampai saat ini masih meragukan,,
"Maaf.." Tukas Kenzi pelan. Dia menghentikan mobilnya disamping jalan.
"Mengapa kau mnta maaf?" Tanya Mitchi murung.
"Mengapa kau marah? Mengapa kta tak bepergian seperti sebelumnya?" Tanya Kenzi lagi.
"Seperti sebelumnya??" Mitchi menatap Kenzi nanar.
"Mengapa kau bilang bgitu? Kau mau aku bagaimana?" Kenzi benar-benar kebingungan.
"Apa maumu? Apa kau mau berpura-pura kalau kau tak peduli? Bisakah kau mengemudi?" Pinta Mitchi.
"Tidak, kta selesaikan mslh ini dulu" Kenzi menjawab tegas.
"Kalau bgitu aku yang pergi" Mitchi mengambil tasnya untuk kemudian membuka pintu mobil. Namun, dihentikan oleh Kenzi.
"Tidak usah! Biar aku yg pergi...!!!" Kenzi keluar, terdengar bunyi hentakan pintu mobil yang cukup keras. Mitchi terkejut dan buru-buru keluar mobil.
"Ken.. Kenn..!! Keen!! Kau mau kemana??!! Kenzii!!!" Mitchi berteriak panik, sambil memandang kesekelilingnya, tak ada orang, haripun sudah mulai larut malam. Hingga akhrinya bayangan Kenzi hilang di kegelapan. Sayup-sayup masih terdengar suara teriakan Mitchi memanggil cowok itu.
***
Kenzi berlari menuju lobi hotel. Nafasnya yang terdengar berburu satu sama lain, berusaha diaturnya senormal mungkin. Dengan terengah-engah dia mencoba untuk berbicara tenang.
"Apa kau melihat seorang gadis yang pergi bersamaku?"
Bell boy itu menggeleng. "Maaf saya tidak tahu" ucapnya sopan.
Kenzi syok, dia kemudian berusaha lagi menjelaskan ciri-ciri gadis itu. Namun jawaban sama yg selalu keluar dari mulut bell boy itu.
"Sialaan!!" Kenzi berteriak, mengacak-ngacak rambutnya sendiri panik.
Dia bingung ingin mencari kemana lagi. Ketakutannya,kekalutannya bercampur aduk menjadi satu.
Sesaat kemudian, dari arah belakang, terdengar suara langkah kaki,"Mengapa kau begitu? Kenapa kamu tega meninggalkanku?" Isak suara itu.
Kenzi menoleh,tanpa pikir panjang dipeluknya gadis mungil dihapannya itu. "Maafkan aku, maafkan aku.." tanpa sadar Kenzi menangis, penuh penyesalan. Diusapnya rambut gadis itu. "Mengapa kau seperti itu? Kau tahu? Aku tak bisa mengemudikan mobil seperti itu?" Gadis itu mecercau, terasa getaran pilu dalam pelukannya,isak tangis gadis itu tak kunjung berhenti. "Maaf.aku sangat idiot.aku berkata kalau aku tak yakin. Aku benar" tak tahu. Bagaimana perasaanku, yg kutahu..saat bersamamu..aku sangat bahagia.. Kau bilang mau berpisah..saat aku tak bisa menemukanmu disana.aku merasa kacau.apa ini cinta? " Tanyanya, kali ini Kenzi yang mencercau panjang lebar. Mitchi terdengar syok, namun ia masih tak percaya apa yang baru didengarnya barusan,
"Bagaimana kau mencintaiku. Bahkan kau bilang tak yakin?"
"Benar, karna kau pernah bilang aku tak mengenalmu, tpi aku mengenal seorang gadis yg senang minum pepsi,dan setiap naik sepeda motor, dia pasti akan tertidur. Kau tahu? Aku ingin melihtnya setiap hari, org itu.. Apa itu dirimu?" Kenzi menatapnya dengan tulus.
"Aku sungguh menyesal..." Sambung Kenzi.
Ditengah butiran air matanya Mitchi tersenyum, "Memangnya siapa kau? Menangis seperti disemprot gas air mata"
Kenzi menyambut senyumnya, kemudian, diusapnya perlahan air mata itu. "kau tauu??" Tanyanya dengan lembut pda Mitchi. "Penyesalan terbesarku adalah saat.." Diciumnya kedua kelopak mata Mitchi. "Bagian ini mengeluarkan air mata". Gadis itu terkejut, kemudian mngedip-ngedipkan matanya yang bulat seperti biji almond
"Kenzi.. Maukah kmu berjanji satu hal?" Pinta Mitchi.
"Apa itu?" Jawab kenzi.
"Jangan pernah tinggalkan aku lagi.."
"pasti itu" Jawab Kenzi mantap.

THE END
READ MORE - HOPE

I Will Learn To Love Again

Posted by Kiky . . . at 17.58 1 comments

KARYA KIKY

“Dan coba lihat itu tuh ada fans kamu” tarik kharisman mencoba menarik leher Dany kearah belakang mereka.
Dari jauh, terlihatlah sesosok perempuan bersama dengan temen-temannya berjalan mendekati mereka, dengan ciri khas langkah kakinya yang agak diseret, mereka menuju arah koperasi.
“gila aja kamu…” Dany setengah berbisik dengan Kharisman setelah perempuan itu agak mulai menjauh.
“haha coba aja liat tadi, dia komat-kamit mulutnya, kelihatan banget tau dia itu salting” Kharisman mulai terkekeh.
Dany langsung sewot. Dia teringat kejadiant tempo hari yang lalu, dia juga sempat bertemu perempuan itu, dia suka senyum-senyum sendiri kalau berpapasan dengannya, dan bukannya dia geer, soalnya dia juga sempat kebetulan bertanya kepada perempuan itu, namun jawaban yang keluar dari mulutnya Cuma “eh anu.. anuu…” kemudian berpaling, dan akhirnya yang menjawab pertanyaan dia, temannya perempuan yang ada disebelahnya itu.
“Dan, kamu tauu siapa nama perempuan itu??” Kharisman menepuk pundaknya.
“Gak tau, udah ahh…” jawab Dany cuek dan masuk kedalam kelas.
***
“Re…!!! Rea…!!!”
Sssst!!!! Rea menempelkan ujung jari telunjuknya kedepan mulutnya.
Para sahabatnya tidak henti-hentinya berteriak memanggil Rea saat Dany lewat.
Danynya cuman bengong menatap mereka dan sedetik kemudian dia cuek bebek langsung ngeloyor pergi kearah motornya.
Begitulah yang terjadi hampir tiap hari ketika ada Dany lewat didepan mereka.
***
“kamu, tidak akan melewatkan kesempatan kamu kan Dan??” kali ini Kharisman bertanya serius.
“Maksud kamu??” Tanya Dany tidak paham.
“Begini Dan, kamu kan jarang banget tuh dapat fans, udaah deketin aja deeh, kali aja kan??” sesaat wajah Kharisman melucu.
“Haah?? Ga bisa, aku gak suka sama dia” jawab Dany protes.
“Kamu gengsi yaa?? Atau kamu malu kalo kamu punya pacar yang kayak begitu??” Tanya Kharisman hati-hati.
Dany terdiam, kemudian mengangguk sedikit. “gue menyukai seseorang man”
“wah, syape tuh??” Tanya Kharisman santai.
“Eza, kelas satu..”
“oooh, yang cantik itu…??” Dany mengangguk.
“Waah, kamu bakal berabe dan, banyak banget yang suka sama perempuan itu”
“Aku tau, makanya aku mau berusaha, lagian aku kan popular” jawab Dany dengan santainya.
Kharisman langsung melingkarkan lengannya ke leher Dany. Dan mereka pun pergi ke kantin.
***
Hari ini bakal ada perlombaan menyanyi, kali ini Rea akan menyanyi dan mempersembahkannya untuk Dany, namun hanya menyampaikan dengan perasaan.
Panggilan untuk kelas XI IPA 2 silakan mengambil tempat…
Rea gemetaran memegang mikrofon, dia memejamkan matanya, mencoba untuk mengumpulkan seluruh kekuatan…
Perlahan lagu Bunda mengalun lewat suaranya yang mungil, berdua dinyanyikannya dengan Mia.
Sesaat dilihatnya tempat Dany berdiri tadi saat menonton perlombaan itu, tidak ada..
Dia menghilang..Rea mencoba mengawas pandangan kesekitar tidak ada juga…
Suara yang tadinya mengalun merdu, serasa hilang begitu saja… begitu sumbang…
“gimana ini?? Aku mempersembahkan untuknya.. mengapa dia menghilang??” beribu-ribu pertanyaan di benak Rea meluncur begitu saja.
Hingga akhirnya dia kembali ketempat duduknya yang kebetulan berdekatan dengan tempat Dany berdiri menonton tadi..
“Dia tidak ada” ucap Rea lirih.
Kemudian ada terdengar suara Kharisman yang berdiri dibelakangnya berbicara agak nyaring. “Dan..!! Danyy…!!!” sesaat Rea terkejut, namun tidak berani menoleh kebelakang, teman-teman Dany berkumpul di belakangnya. Mereka tampak heboh saat melihat penampilan peserta penyanyi berikutnya. Ternyata yang menyanyi saat itu, adalah Sara dan Eza kelas 1. Rea agak termenung sebentar, kejadian itu juga sering terjadi saat dia bertemu dengan Dany, teman”nya pasti selalu heboh saat ada Dany, dan selalu memanggil namanya… Jangan-jangan…!!!?? Tapi siapa diantara mereka berdua?? Mereka kan sama-sama cantik??!! Rea benar-benar syok.
“Mia boleh aku pinjam gitar??” Tanya Rea kepada Mia yang menyerahkan gitarnya.
Rea memetik perlahan chord-chord yang dia ketahui. Lagu-lagu irama yang dimainkannya benar-benar mewakili perasaan kekecewaannya saat itu.
Tiba-tiba terdengar juga bunyi petikan gitar di ruangan belakang Rea, saat dia menoleh ternyata Dany juga sedang bermain gitar. Buru-buru Rea menghentikan gitarnya.
 “Mia terima kasih ya” Rea melepas gitarnya dan buru-buru menjauh dari tempat itu.
***
“Eciee so sweet banget yaa barengan main gitarnya..” goda Kharisman.
“Apaan sih loo Man??” Tanya Dany tidak paham, dan menghentikan permainan gitarnya.
“ituu, tuuh barengan sama fans kamu” tunjuk Kharisman kearah bangku depan ruangan kelas tersebut.
“hha kamu nunjuk Dila yaa?? Wajaar dia itu fans akuu…” Dany ngakak.
“Loo, kenapa malah Dila?? Tadi sebelumnya yang duduk disini itu fans kamu yang kelas 2 itu loo..” yakin Kharisman.
“Oooh, Rea ya??” jawab Dany pasti.
“Naah!! Itu… Eh?? Kamu kok tau namanya??” Tanya Kharisman bingung.
“biasaa laah, teman-temannya sering nyebutin namanya saat aku lewat depan mereka” jawab Dany dengan PD dan kecuek bebekannya.
Kharisman hanya manggut-manggut.
***
“IIh, aku jadi sebel deh sama dia, dia itu yaa.. dia itu…” Rea seakan tak bisa berkata-kata.
Kekecewaannya sudah memuncak.
“Dia, selalu aja menghindari aku” kata Rea berucap pada dirinya sendiri dengan lirih.
“aku harus berubah..” sahutnya mantap.
***
3 bulan sesudahnya…
Hujan tak menghilangkan semangat para pemain tim basket SMARA 1 untuk mengikuti lomba class meeting pagi itu. Dany selaku kapten basket di kelasnya XII IPA 1 , mulai menyulutkan api semangat kepada timnya. Mereka berjuang gigih sekali hingga akhirnya memenangkan juara pertama di babak final.
“Selamat Dan..” kata teman-temanya.
“Thank’s guys” sahut Dany senang.
Teman-temannya menyalaminya satu persatu bersama dengan para tim basketnya.
“Lama gak melihatnya” bisik Dany perlahan pada dirinya sendiri.
“Hei,, broo…” Kharisman menyapanya.
“Hei..” Dany tersenyum.
“btw, congrats yaa..” kata Kharisman.
“Yaa, sama-sama bro, kalo gak ada kalian juga kita juga gak akan bisa menang” sahut Dany.
“eh, itu iya juga siih, maksud aku tadi, selamat buat ke bebasanmu”
“hah? Maksudnya?” Dany tak mengerti.
“Gini aja yaa, coba deeh kamu lihat disana” Kharisman menunjuk dua orang yang sedang berbicara.
“Gila aja, fans kamu itu menurut desas-desus disini katanya jadian sama Rio, anak XII IPS meen!! wajar aja siih, sekarang dia berubah banget, jadi pendiam, kalem, dan dia jadi tambah cantik, aku aja mau sama dia, tapi sayang udah ada yang punya ” ceracau Kharisman.
Dany terdiam. Dilihatnya kedua insan yang ada ditunjuk Kharisman tadi. Perlahan ada desiran dalam dirinya, entah takjub melihat diri Rea yang sekarang ini, ada perasaan iri, rindu, sedih, dan cemburu.. What’s??!! seorang Dany cemburu??
“Kamu liat kan Dan?? Mereka itu serasi banget,  Kamu pasti senang karna gak merasa dikejar-kejar lagi..” tebak Kharisman.
“Udah deh, bukan urusanku, gak penting banget” jawab Dany gusar buru-buru menjauh dari situ.
***
Tadi sore Dany bertemu lagi dengan Rea, biasanya Rea yang selalu menunduk saat berpapasan dengannya, sekarang bahkan dia berani tersenyum pada Dany. Dany hanya terdiam salting. Sosoknya yang anggun dan kalem sekarang benar-benar membuat hati Dany berdesir.
Dany benar-benar tidak tau apa yang dirasakannya sekarang, sekarang dia benar-benar merasa cemburu, dia benar-benar merasa solah kehilangan Rea fansnya. Ke unikannya, keceriannya, pipinya selalu berubah merah saat bertemu dengannya, kegigihannya, sekarang itu telah hilang semuanya dihadapannya, bahkan ternyata dia telah bermetafose menjadi gadis yang benar-benar cantik. Siapakah gerangan yang telah merubahnya?? Rio kah??
“Arrrgh…!!!! Dia telah merebutnya dariku…” Dany garuk-garuk kepalanya sendiri, saat Rea sudah menjauh dari situ.
Pikiran-pikiran itu pun terus berlanjut.
***
“Kita makan yuuk??” ajak Rio.
“Tapi yo, aku…”
“udaah, ada teman-teman perempuannya juga kok J, dan kamu harus ikut” potong Rio seperti tahu akan kegelisahan perempuan yang ada dihadapannya itu.
“Diwarung-warung dekat aja kan yoo??” Tanya Rea memastikan, Rio mengangguk tersenyum.
***
Semakin hari Dany semakin bingung dengan keadaannya sekarang, berusaha dia mati-matian melupakan Rea, tetap aja pikiran itu selalu ada.
“Beep, kita pulang aja yuuk” aja Eza pada Dany, dan melingkarkan tangannya ke lengan Dany.
Dany baru sadar ternyata dia masih punya Eza, pacarnya yang udah jalan 2 bulan. Tapi kenapa, dia terasa sangat membosankan begini??
Dany berjalan mendekati motornya, dan membonceng Eza,Eza kemudian melingkarkan tangannya ke pinggang Dany. Dan mereka melesat dengan kecepatan yang tinggi di jalan raya.
***
“Kamu disini sebentar dulu yaa Re sama teman-teman.. mobilku macet niih” kata Rio panik.
“Iya gapapa, tapi jangan lama-lama yaa Yo??” sahut Rea khawatir.
“Okeey, hati-hati ya Assalammu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam”
Beberapa jam kemudian…
“Rea udah sore banget niih aku udah mau dijemputin sama ayah niih, aku duluan yaa” kata Rika.
Rea hanya mengangguk, dia sangat kebingungan, teman-temannya udah pada pulang, kini dia hanya tinggal sama Rema. Udah berapa kali menelepon Rio, dia tidak mengangkat-ngangkat juga. Tiba-tiba, “Tiiit!! Tiiit!!”
Mereka berdua terkejut, ternyata Dany bersama dengan motornya stop tepat didepan mereka.
“Rea.. ayo naik…” ajak Dany.
Disaat bersamaan motor jemputan Rema datang. “Rea aku duluan yaa..”
Kini hanya Rea gelagapan menghadapi Dany, seorang diri.
Rea menggeleng lemah. “Makasih ka…” jawabnya lirih.
“Kenapa?? Kamu maunya sama Rio aja yaa??” tanyanya cemburu.
“Hah?? Bukan… bukan begitu kaak…” jawab Rea panik.
“Kalau begitu ayoo naik!!” bentak Dany.
Rea terkejut, tangannya menjadi gemetaran. “ini, aku juga mau panggil ayah untuk jemput”
Dany hanya menunggu dengan tidak sabaran.
Nomor yang anda tuju sedang sibuk…
Dany tersenyum, buru-buru saat tangannya hendak menarik tangan Rea yang gemetaran untuk naik ke motornya, namun ada perasaan enggan untuk tidak menyentuhnya. Seseorang yang tiba-tiba amat disayanginya ini, benar-benar terlihat seperti sangat rapuh, dan hampir tidak dikenalnya, dia ingin melindunginya, dia tahu sekarang perempuan di hadapannya ini sudah berubah, menerapkan komitmen yang hampir sulit untuk dijangkau, karena dia juga tahu betapa sulitnya menjaga kehormatan itu. Dan dia begitu paham akan hal itu…
Perlahan Dany memelankan suaranya…
“Maaf Rea, sekali lagi maaf… Aku cuman khawatir sama kamu… Harinya sudah senja, bahaya anak perempuan seorang diri di sini.. ikut aku, janji aku gak bakal ngapa-ngapain kamu, dan kamu silahkan jaga jarak untuk duduknya”
Lumayan Rea terdiam, hingga akhirnya dia mau juga. Tanpa ada pembicaraan apapun, hingga sampai dirumah. “Terima Kasih ka, Assalammu’alaikum”
“wa’alaikum salam” dengan canggung Dany membalasnya, dan kemudian pamitan.
***
“Kita putus, Za” kata Dany mantap dan tegas.
Yang diseberang sana mencak-mencak protes.
Dan akhirnya… Tuut..tuuut… telepon pun dimatikan.
***
“Aku putus man” kata Dany pada Kharisman.
“What?? Why??” Kharisman tak percaya.
Dan mengalirlah cerita awal hingga akhir, tentang kecemburuannya, tentang kehilangannya, dll hingga tak ada sesuatu pun yang terlewatkan dari cerita Dany pada Kharisman.
“Aku salut banget Dan, tuu perempuan tidak hanya bisa benar-benar mengubah dirinya aja, tapi bisa mengubah kamu..” Kharisman menepuk-nepuk pundak Dany.
***
Disaat acara kelulusan…
“Rea.. aku mau bilang sama kamu…” Tanya Dany.
Rea hanya tersenyum mengangguk,  “aku udah putus sama pacarku”
Rea menatapnya bingung, “Lalu??”
“begini Rea…. ” Dan kembali Dany mengungkapkan satu persatu ceritanya dari awal hingga akhir, tak ada sesuatu pun yang terlewatkan.
Rea terdiam, hampir tidak percaya apa yang barusan ia dengar dari mulut Dany sendiri.
Perlahan butiran air matanya berjatuhan. Tangan Dany sudah beranjak hendak menghapuskannya, namun diurungkan lagi, hatinya terasa getir untuk semuanya.
“Maaf Rea maaf..” Dany menunduk.
“Iyaa, gapapa koo kaa..”Rea menyeka air matanya.
“Maaf juga sudah merepotkan hatimu…”
Rea terdiam, namun sesaat kemudian Rea mengangguk pelan.
“kamu dengan Rio bagaimana??” Tanya Dany kemudian hati-hati.
“Bagaimana apanya kaa?? Biasa aja kok. ” Rea kebingungan.
“bukannya kalian pacaran??”
Rea kemudian tertawa sambil terisak-isak “kami sahabatan aja kaaa… bukan pacaran…”
“loo, jadi????” kali ini Dany yang kebingungan, diiringi dengan wajah kocaknya, Rea kemudian tertawa ceria, yang membuat hati Rea & Dany sama-sama kembali berdesir seperti dulu.
Tiba-tiba pengumuman upacara kelulusan sudah akan dilaksanakan…
“Waah, udah mau mulai tuuh ” kata Rea.
“emm… Rea… ” panggil Dany.
“Yaa??”
“Saat ini aku tak bisa mengajakmu jadian, aku masih belum dewasa untuk memaknai hidup” kata Dany kalem.
“Karena kamu belajar, akupun juga ingin belajar seperti kamu, aku akan menjadi orang yang baik.. Tunggu aku yaa Rea.. aku akan menemuimu lagi 7 tahun kedepan..” lanjut Dany tegas.
“Insya Allah ka” Rea tersenyum sambil mengangguk.
Danyyyyyy!!!! Cepetaaan!!!!! Suara teman-temannya berteriak memanggil.
“Okee, aku kesana dulu yaa..”
“Iyaaa” Mereka berdua tersenyum.

THE END
READ MORE - I Will Learn To Love Again


 

Mochiy Gomawo Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review